Google

Tuesday, April 22, 2008

Audiologi

Dalam dunia kedokteran Audiologi termasuk dalam bagian THT atau Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Audiologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari segala hal tentang indera pendengaran; tentang cara mengukur kepekaan, sebab-sebab yang menimbulkan gangguan dan cara pengatasi gangguan itu. Gangguan pendengaran konon termasuk gejala yang masih banyak muncul dan diderita oleh rakyat Indonesia secara umum, yang masih bisa disebut sebagai penyakit rakyat. Siapapun bisa terkena gangguan tersebut tanpa pandang bulu.

Penyebab internal timbulnya gangguan pendengaran

Gangguan pendengaran bisa disebabkan oleh berbagai hal. Sebab internal dan sebab eksternal. Yang disebut sebab internal misalnya, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh genetika, yang dalam bahasa populernya dikenal dengan sebab keturunan. Gejala kelainan ini biasanya sudah ada sejak baru lahir atau sejak masa bayinya. Bisa terjadi ayah dan ibu si bayi pendengarannya normal, namun secara genetika mereka punya bibit ketulian, sehingga bayinya menderita gangguan pendengaran berat.

Penyebab eksternal gangguan pendengaran

Sedang sebab eksternal bisa diakibatkan oleh keadaan-keadaan yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Misalnya orang yang bekerja di pabrik-pabrik atau pusat industri yang ribut dan bising. Atau para kawula muda yang sering mendengarkan musik keras di diskotek. Gangguan itu antara lain bisa berbentuk telinga selalu berdengung yang disebut Tynitus. Yang lain lagi akibat terkena virus. Kalau sang ibu ketika mengandung bayinya, ia terkana virus Rubella, suhu badannya tinggi dan muncul bintik-bintik merah. Ketika bayinya lahir, kemungkinan besar mengalami gangguan pendengaran berat. Karena virus Rubella mengeluarkan racun yang bisa merusak syaraf-syaraf sensor indera pendengaran sang bayi.

Bagaimana mengukur keadaan pendengaran

Audiometer

Pengukuran keadaan pendengaran bisa dilakukan dari umur tujuh tahun keatas, dengan pemeriksaan Audiometri. Dengan menggunakan semacam headphone diberikan bunyi-bunyian dengan berbagai frekuensi berbeda, dari yang rendah sampai ke tingggi, dan intensitas atau kekerasan berbeda pula, dan dihitung dalam satuan desibel. Dan kapan bunyi pertama didengar, dicatat dalam bentuk Audiogram.

Audiogram

Orang yang pendengarannya normal audiogram-nya terletak antara 0 sampai 20 desibel. Lebih dari 30 desibel berarti sudah ada gangguan, dengan rentangan sampai 100 desibel. Audiogram dari 30 sampai 40 desibel termasuk gangguan ringan. Dari 40 sampai 60 desibel disebut sedang, sedang antara 60 sampai 90 desibel sudah berat. Sebagai gambaran, bunyi mesin bor jalanan sama dengan 100 desibel. Mesin pesawat terbang 120 desibel. Sedang ruangan yang tenang kira-kira sekitar 30 sampai 40 desibel.

Gangguan pendengaran pada balita

Selain melakukan penanganan terhadap penderita dewasa dan lansia, hal yang sangat penting adalah pemantauan dan penanganan gangguan pendengaran di kalangan balita. Menurut konstatasi WHO atau Organisasi Kesehatan Sedunia satu dari seribu bayi yang lahir normal, atau lahir tepat pada waktunya, menderita gangguan pendengaran. Bagi Indonesia yang berpenduduk sekitar 200 juta jiwa, dengan kenaikan jumlah penduduk dua persen setahun, maka jumlah itu akan cukup besar dan menuntut perhatian.

Pentingnya penemuan dini gangguan pada balita

Gangguan pendengaran yang dialami para balita harus diupayakan dan ditemukan sedini mungkin. Kalau bisa ketika umurnya masih di bawah tiga tahun dan kalau mungkin bahkan sebelum berumur satu tahun. Karena gangguan pendengaran yang berat pada bayi sangat mempengaruhi kemampuan berbicara dan perkembangan kecerdasan bayi tersebut di kemudian hari. Yang harus dipantau adalah keadaan pendengaran bayi yang belum bisa apa-apa, yaitu bayi prematur. Bayi prematur atau bayi yang lahir terlalu awal, sering terkena gangguan pendengaran. Juga bayi yang lahirnya sulit, sehingga sering mengalami kekurangan oksigen di tubuhnya, mudah terkena gangguan pendengaran.

Article Source : http://www.solusisehat.net/artikel.php?id=448

No comments: